Jakarta,– Ribuan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) atau dikenal dengan sebutan pendamping desa di seluruh Indonesia harus bersabar. Pasalnya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengumumkan adanya keterlambatan dalam penandatanganan kontrak kerja serta pembayaran honorarium mereka.
Dalam surat edaran Nomor 177/SDM.00.03/II/2025 yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPSDM), tertabggal 3 februari 2025, dijelaskan bahwa pemerintah saat ini tengah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Akibatnya, alokasi anggaran untuk honor, biaya operasional, dan dukungan lainnya masih dalam kondisi terblokir.
“Untuk membuka blokir anggaran tersebut, perlu dilakukan penghitungan ulang terhadap kebutuhan pembayaran dengan menyesuaikan kebijakan efisiensi yang diterapkan pemerintah,” demikian bunyi surat yang ditandatangani oleh Dr. Fujiartanto, Kepala Pusat Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Daerah Tertinggal.
Dengan adanya kebijakan ini, proses kontrak kerja para pendamping desa otomatis mengalami penundaan. Namun, pihak kementerian memastikan bahwa pemberitahuan lebih lanjut akan diberikan segera setelah ada perkembangan.
Kabar ini tentu menjadi perhatian besar bagi para tenaga pendamping yang selama ini berperan penting dalam mendampingi desa dalam berbagai program pembangunan. Meski demikian, pemerintah berharap para pendamping bisa memahami kondisi ini dan tetap menjalankan tugasnya dengan baik.
Apakah ini akan berdampak pada kelangsungan program pembangunan desa? Kita tunggu kelanjutannya. (*)