18 Polisi Diduga Terlibat Pemerasan Penonton Konser DWP diperiksa

Perhelatan musik Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, 13 Desember 2024, TEMPO/Defara

Jakarta – Puluhan pengunjung Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 dari Malaysia mengaku menjadi korban pemerasan. Pemerasan terjadi ketika polisi menggelar razia narkoba dengan meminta para penonton konser itu menjalani tes urine. Para penonton yang terjaring razia mengaku diancam akan ditahan bila tidak menyerahkan sejumlah uang meski hasil tes negatif penggunaan obat terlarang.

 

Dugaan pemerasan itu terjadi di arena DWP yang digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 13-15 Desember 2024. “Sejauh ini baru dua orang yang melapor,” kata Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI Inspektur Jenderal Abdul Karim pada Selasa, 24 Desember 2024.

 

Dugaan pemerasan ini mencuat setelah sejumlah korban mengunggah cerita di media sosial tentang pemerasan yang mereka alami tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan, kata Abdul, jumlah korban tercatat sebanyak 45 warga Malaysia. Mereka datang ke Jakarta khusus untuk menonton pertunjukan DWP. Jumlah itu diperkirakan bertambah setelah Polri membuka desk pengaduan di Kedutaan Besar RI di Malaysia.

 

Abdul mengatakan sebanyak 18 polisi saat ini tengah diperiksa. Mereka berasal dari Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kepolisian Resor Jakarta Pusat, dan Kepolisian Sektor Kemayoran. Penyidik juga telah menyita barang bukti uang senilai Rp 2,5 miliar.

 

Bersamaan dengan pemeriksaan itu, di dunia maya beredar 12 nama polisi yang diduga sebagai pelaku pemerasan. Mereka adalah Ajun Komisaris Besar Malvino Edward, Komisaris Polisi Jamalinus, Komisaris Polisi Dzul Fadian, Ajun Komisaris Yudhy Triananta Syaeful, Inspektur Satu Sehatma Manik, Inspektur Satu Syaharuddin, Ajun Inspektur Satu Armadi Juli Marasi Gultom, Brigadir Dwi Wicaksono, Brigadir Fahruddin Rizki Sucipto, Brigadir Kepala Wahyu Triharyanto, Brigadir Kepala Ready Pratama, dan Brigadir Satu Dodi.

 

Abdul tidak memberi jawaban tegas ketika dimintai konfirmasi ihwal nama-nama tersebut. “Ya, beberapa nama memang ada di situ,” ujarnya. Dia mengatakan polisi yang diduga terlibat sudah ditangani oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. “Pekan depan direncanakan sudah dilaksanakan sidang kode etik.”

 

Mantan Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisaris Besar (Purnawirawan) Slamet Pribadi, prihatin atas pemerasan yang terjadi di arena DWP 2024. “Menyalahgunakan kekuasaan dalam penegakan hukum harus dihukum berat, baik pelanggaran kode etik maupun pelanggaran hukum pidana,” ucapnya pada Rabu, 25 Desember 2024.

Apalagi narkotik termasuk kejahatan luar biasa. Karena itu, kata Slamet, penanganan tindak pidana ini tidak boleh biasa-biasa saja. Kebijakan hukum dan implementasi penanganannya juga harus linier.

Menurut Slamet, polisi memang memiliki wewenang menggelar razia narkotik di lokasi-lokasi tertentu. Adapun prosedur yang digunakan dalam razia narkotik tidak berbeda dengan razia yang biasa dijalankan oleh kepolisian untuk mengantisipasi tindak kejahatan. “Sama seperti penindakan penegak hukum lain,” kata Slamet.

Salah satunya menyiapkan petugas terlatih dan peralatan yang diperlukan. Sebelum razia digelar, kata Slamet, pimpinan wajib menjelaskan prosedur operasi standar (SOP) kepada anggota yang dilibatkan dalam razia. Misalnya, tindakan apa yang harus diambil bila nanti ditemukan barang bukti dan pelakunya. Semua tindakan harus diperhitungkan dan tidak boleh menyalahi aturan. “Termasuk didampingi tim tes urine dan tim asesmen narkotik kalau itu operasi penindakan kejahatan narkotik,” tuturnya.

Untuk menggelar razia di tempat umum yang menjadi pusat keramaian, kata Slamet, perlu diperhitungkan reaksi orang-orang di tempat itu.

 

“Jangan sampai ada gejolak, efek samping negatif, atau perlawanan masyarakat yang membahayakan keselamatan petugas dalam menjalankan penegakan hukum.” (*)

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment